Selasa, 29 September 2009

Setahun di Labsky

Saya pertama masuk labschool kebayoran dengan paksaan orangtua. Di awal-awal semester dua kelas Sembilan, saya ikut tes di SMA Al-Azhar Pusat 1, tapi saat itu saya benar-benar tidak ada niat untuk masuk SMA swasta lagi, apalagi alpus. Jadi saat itu saya mengerjakan tes Al-Azhar Pusat dengan setengah hati. Ketika saya melihat pengumuman siswa-siswa yang lolos tes, dan nomor tes saya tidak ada, di pikiran saya hanya keluar kalimat ‘yaudah, orang ngga niat juga sih emang ngerjainnya,’. Saat itu saya benar-benar ingin masuk SMA 70, tidak harus masuk sana juga sebenarnya, alasannya, dekat rumah. Saat itu saya bersikeras ke kedua orang tua saya bahwa saya tidak sama sekali mau masuk SMA swasta lagi, karena saya pikir waktu itu, sejak TK saya sudah masuk sekolah swasta, dan waktu itu banyak orang-orang di sekitar saya yang bilang bahwa masuk negeri akan lebih mudah kalau masuk ke perguruan tinggi nanti. Tapi ayah saya menentang keras, beliau bukan penyuka sekolah-sekolah negeri yang menurutnya liar dan tidak bisa diatur, ibu saya sebenarnya lebih membebaskan saya, karena dulunya ia sekolah di sekolah negeri juga, tapi ayah saya orang asing, jadi ia tidak menyukai sekolah negeri sama sekali. Saya takut hal yang sama terulang ketika saya masuk ke sekolah yang sama sekali tidak saya sukai. Dulu ketika waktu baru mau masuk SMP, sekolah-sekolah swasta membuka pendaftaran lebih dulu, saat itu saya sangat ingin masuk SMP Labschool Kebayoran, teman dekat saya hampir semua masuk sana saat itu, tapi saya didaftarkan di SMP swasta Al-Azhar Pusat, dan lolos. Padahal saya sama sekali tidak suka masuk Al-Azhar Pusat, dan orangtua saya tidak mau lagi mengurus saya masuk sekolah-sekolah lain, jadi masuklah saya ke SMP yang saya tidak suka, dan saya tidak menikmati masa-masa SMP saya.
Ayah saya mencari berbagai cara untuk menghentikan niat saya mendaftarkan diri ke sekolah negeri. Dan ia menemukan SMA Labschool Kebayoran. Waktu itu baru beberapa hari setelah pembukaan pengambilan formulir siswa baru. Yang mengurus semua ayah saya. Yang saya tahu waktu itu, saya hanya mengisi bagian yang harus saya isi, lalu ayah dan ibu saya yang mengembalikan formulirnya. Saya juga disuruh mengikuti program bimbingan pelajar khusus untuk lolos tes SMA Labschool. Saya mengikutinya hanya beberapa minggu sebelum hari tes. Untungnya urusan-urusan karya tulis saya sudah selesai semua, jadi saya tinggal hanya mengurusi tes-tes masuk SMA. Sampailah saya pada hari tes. Sehari sebelumnya saya mengerjakan soal-soal yang diberikan bimbingan pelajar. Saya masuk ruang tes saat itu, hanya saya sendiri satu-satunya siswa SMP Al-Azhar Pusat, saya amati wajah-wajah siswa yang sama-sama mengikuti tes di ruang saya, yang kebanyakan murid-murid SMP Labschool Kebayoran sendiri, dan ternyata beberapa orang diantara mereka adalah calon teman sekelas saya.
Saya stress sendiri ketika mengerjakan soal. Soalnya ada 100, plus psikotes dan yang lainnya. Reaksi saya ketika sampai mobil ketika keluarga saya menjemput, “ngga yakin bisa masuk deh, susah banget, matematik aja yang bener-bener yakin cuma lima soal.” Dengan pikiran yang udah mencar-mencar dan tidak perduli lagi sama tesnya. Bahkan waktu itu saya sudah menyiapkan diri untuk program masuk SMA negeri, dan mensukseskan UAN saya dengan nilai tinggi agar bisa masuk sekolah bagus.
Beberapa minggu setelahnya, saya sedang mengikuti Penambahan Materi di kelas ketika teman-teman lain di luar ribut membawa kertas nomor-nomor murid yang lulus tes masuk SMA Labschool Kebayoran. Saya yakin tidak diterima saat itu, jadi saya diam saja dan tetap mencatat materi PM, sampai teman saya memanggil saya dan bertanya, “Cha, nomor lo berapa? Ngga mau liat lo sini? Lo tes juga kan?” saya menengok lalu menjawab, “ngga mungkin gue masuk lah,” tapi teman saya bersikeras meminta nomor saya. Pasrah, akhirnya saya menjawab nomor saya, saya masih sedikit ingat angka terakhirnya 31. Lalu saya kembali mencatat materi PM. Sampai teman saya memanggil dengan berteriak, “Cha ini nomor lo ada di lembar pertama! Apanya yang ngga keterima sih!?” saya kaget. Sumpah saya kaget. Saya tidak percaya lalu menghampiri teman saya yang memegang kertas. Dan benar. Nomor saya ada di lembar pertama kertas itu. persis. Saya bingung mau bersyukur atau bagaimana, masalahnya… kertas legitimasi ujian untuk mengonfirmasi daftar ulangnya, saya lupa dimana terakhir kali saya menaruh kertas legitimasi itu, karena waktu itu banyak sekali kertas-kertas modul, dan saya yakin sekali terselip di satu tempat. Hal pertama yang saya lakukan adalah menelepon ibu saya, ketika mendengar itu, ibu saya menelepon ayah saya lalu ayah saya langsung membrowsing internet untuk mengecek di internet, tapi saya kedua kali menelepon ibu saya, untuk bilang bahwa, “Mih, kayaknya kartu buat daftar ulangnya ilang,” ibu saya langsung panik, dan hal pertama yang ia lakukan adalah membongkar kamar saya habis-habisan untuk mencari selembar tipis kartu legitimasi. Ketika saya pulang, kamar saya bukan lagi kamar yang berbentuk tempat kejadian perkara kecelakaan pesawat, tapi bersih sebersih-bersihnya bersih, tapi barang-barang saya, semuanya diubah.
Ternyata ibu saya dan pembantu saya menemukan kartu legitimasinya terselip di dalam buku bundelan soal-soal tes penerimaan siswa baru SMA Labschool Kebayoran. Yang orangtua saya pikirkan saat itu hanya ‘yang penting anak saya udah dapet sekolah’, dan saya setelahnya masih bimbang antara masuk SMA Labschool Kebayoran sekalian, atau masuk negeri, masalahnya masuk SMA bayarnya tidak murah. Dan tiba satu hari dimana ayah saya tiba-tiba ternyata sudah membayar uang pangkal untuk masuk. Saya hanya pasrah dan yasudah, mengurungkan niat saya masuk SMA negeri, untuk berbelas kalinya.
Setelah acara kelulusan, Prom Night, dan semua urusan macam-macam di SMP yang saya tidak sukai itu, akhirnya saya lulus SMP dengan nilai yang sangat memuaskan.
Saya masuk Labsky, mulai dari nol. Nol besar. Saya tidak punya teman yang benar-benar dekat di sana, saya yakin teman-teman SD saya yang masuk SMA Labsky lagipun juga sudah punya teman-teman baru yang lebih dekat dengan mereka dibanding saya. Saya harus mengkonversikan budaya Al-Azhar Pusat dengan budaya SMA Labsky yang saya sama sekali belum tahu saat itu. yang jelas saat itu, tekad saya hanya saya harus bisa membuat masa SMA saya berbeda dengan masa SMP saya yang hambar, saya harus ikut banyak kegiatan, tidak seperti di SMP saya yang sangat pasif. Saya kaget saat ada budaya ketika bangun dari duduk harus meneriakkan kata ‘LABSCHOOL!’, teman-teman kelompok Masa Orientasi Siswa sayapun tidak ada yang saya kenal satu sama lain. Tapi kami berkumpul setelahnya, membuat nametag bersama, lalu yel-yel, dan yang lain. Meski saya tidak pernah menyukai masa MOS, tapi MOS SMA saya, sangat seru jika diingat-ingat lagi saat itu, dan berkesan.
Datanglah hari dimana saya menginjakkan kaki di kelas baru saya. Saya bukan lagi siswa SMP sekarang (meski tinggi badan saya tetap anak SMP). Saya masuk ke kelas X-A. di kelas ini nantinya saya menemukan teman-teman terbaik saya sepanjang masa. Kelas yang paling memberikan kesan sepanjang sejarah persekolahan saya. Di kelas itu, saya kembali bertemu teman terdekat saya semasa saya di SD, Ditya. Hari pertama saya menginjakkan kaki di X-A sampai hari ini, saya masih sering bercerita padanya dalam hal apapun. Dua teman SD sayapun ada di satu kelas yang sama ternyata. Saya masih merasakan canggung-canggung saat pertama kali ada di kelas itu.
17 Agustus 2008, saya datang sebagai peserta upacara saat itu, saya sudah hampir pulang ketika teman saya bilang, ‘tunggu dulu, yang abis ini lebih seru,’. Ternyata acara penyambutan murid-murid yang akan dilantik menjadi pengurus OSIS, setelah lari sejauh 17 kilometer, dinamakan LALINJU (LAri LIntas JUang). Ketika saya melihat mereka berjuang begitu sulit untuk mendapatkan jas OSIS itu, saya bertekad pada diri saya sendiri, tahun depan saya yang harus berada di posisi mereka sekarang.
Beberapa bulan sudah lewat, saya sudah mulai terbiasa dengan budaya Labsky, tapi belum seterbiasa ketika satu kegiatan sekolah untuk kelas sepuluh mengisi hari-hari awal tahun saya jadi murid SMA, Trip Observasi. Saya bukan murid asal labschool saat itu, saya tidak tahu apa itu TO, saya tidak tahu apa itu Pra TO, seperti apa kegiatannya sampai saya merasakan sendiri. Di kelompok TO saya waktu itu, saya hanya mengenal satu orang, sisanya semua teman baru. Tapi semuanya juga mengalami hal yang sama dengan saya, semuanya juga mengenal teman-teman baru dan harus bekerja sama dengan kelompoknya masing-masing. Bersamaan dengan event ini juga saya bisa menjadi sangat akrab dan kompak dengan kelas sepuluh saya saat itu, X-A. salah satu dari tiga ketua angkatan di angkatan saya kebetulan satu kelas dengan saya, dan saat itu semuanya bekerja sama agar bisa sukses di TO, apapun caranya.
Pra TO masa-masa yang sangat membuat tertekan saya saat itu, saat itu kelompok saya belum sama sekali kompak, dan saya orang yang cepat panik, jadi disaat ada satu masalah, saya seringkali panik sendiri dan akhirnya tertekan. Tapi bila mengingat lagi masa-masa pra TO, sebenarnya pra TO sangat seru. Lalu tiba saat TO, di TO banyak sekali hal-hal yang terjadi, jika ada satu program sekolah yang sangat ingin saya ulang, yaitu TO. Di TO saya belajar jadi mandiri dan melihat sesuatu dari berbagai sisi.
Banyak hal-hal yang terjadi setelah TO, teman-teman baru, cerita-cerita yang tidak ada habisnya untuk diceritakan, bahkan sampai sekarang. Saya juga menjadi salah satu dari panitia dalam acara OSIS angkatan tujuh, Sapta Garuda Adhikara ketika menjadi kelas sepuluh. Saya jadi belajar bagaimana caranya bertanggung jawab atas tugas yang sudah diberikan oleh seseorang pada saya, setahun kebelakang banyak sekali hal-hal yang terjadi selama masa-masa saya kelas sepuluh. Saya bercita-cita menjadi dokter, makanya saya bekerja keras untuk mendapatkan jurusan IPA bersama teman-teman kelas sepuluh saya. Meski sulit, teman-teman sekelas saya di kelas sepuluh sangat membantu saya, walaupun dapat nilai yang buruk, teman-teman saya di X-A akan dengan senang hati membantu.
Study Tour diadakan pada awal semester dua kelas sepuluh. Kali ini angkatan saya pergi ke Pangandaran. Disana kita diharuskan membuat laporan-laporan per mata pelajaran. Setiap kelas dibagi menjadi dua kelompok, pembagian tugas diserahkan kepada ketua kelompok. Disana saya dan teman-teman seangkatan pergi ke Green Canyon dan Cagar Alam.
Lalu untuk jadi pengurus OSIS harus melewati serangkaian tahap-tahap seperti LAPINSI, dan TPO. Program wajib sekolah yang terakhir adalah BINTAMA, Bina Mental Kepemimpinan Siswa, kami akan dilatih di kamp Komando Pasukan Khusus di Batujajar dan Situlembang, pada awalnya saya sangat tidak betah disana, apalagi saat itu kaki saya sedang cedera dalam, dan tidak bisa mengikuti separuh kegiatan, apalagi yang membutuhkan gerakan kaki yang ekstrim. Tapi saya mencoba untuk tetap mengikuti semua kegiatan sebisa saya, terutama ketika caraka malam. Yang saya tidak kuat di Situlembang adalah suhunya, dinginnya menusuk sampai ke tulang punggung. Sampai hari ketiga saya sama sekali tidak betah dan rasanya ingin pulang saja, tapi hari terakhir saya ada di kamp KOPASSUS saya malah sudah terlanjur betah dan sayang dengan pelatih-pelatih yang sangat baik pada angkatan kami.
Ketika pembagian rapor, saya begitu senang karena akhirnya saya mendapatkan jurusan IPA, dan surat keputusan bahwa saya calon pengurus OSIS tahun 2009/2010. Ketika saya melihat lagi setahun kebelakang, 365 hari terasa sangat cepat. Banyak yang belum saya jabarkan, karena kalau saya ceritakan semuanya bisa dicetak jadi buku. Saya hanya menjabarkan sebagian kebelakang. Banyak hal-hal yang tidak ingin saya ubah setelahnya, termasuk semua teman-teman kelas sepuluh saya. Saya sangat sayang dengan kelas sepuluh saya, semuanya teman-teman terbaik saya, dan saya bisa mendapatkan setahun yang penuh warna dan masa-masa paling bahagia karena ada kelas sepuluh A.